Selasa, 26 Maret 2013

Seni Teater Bali

Drama Gong


Quote:
Drama Gong adalah sebuah bentuk seni pertunjukan Bali yang masih relatif muda usianya yang diciptakan dengan jalan memadukan unsur-unsur drama modern (non tradisional Bali) dengan unsur-unsur kesenian tradisional Bali. Dalam banyak hal Drama Gong merupakan pencampuran dari unsur-unsur teater modern (Barat) dengan teater tradisional (Bali). Karena dominasi dan pengaruh kesenian klasik atau tradisional Bali masih begitu kuat, maka semula Drama Gong disebut "drama klasik". Nama Drama Gong diberikan kepada kesenian ini oleh karena dalam pementasannya setiap gerak pemain serta peralihan suasana dramatik diiringi oleh gamelan Gong (Gong Kebyar). Drama Gong diciptakan sekitar tahun 1966 oleh Anak Agung Gede Raka Payadnya dari desa Abianbase (Gianyar).
Drama Gong mulai berkembang di Bali sekitar tahun 1967 dan puncak kejayaannya adalah tahun1970. Namun semenjak pertengahan tahun 1980 kesenian ini mulai menurun popularitasnya, sekarang ini ada sekitar 6 buah sekaa Drama Gong yang masih aktif.


Read more: http://repostkaskus.blogspot.com/2012/01/10-seni-teater-tradisional-indonesia.html#ixzz2OiRabniO

Seni Teater Sumatera Barat

Randai


Quote:
Randai adalah kesenian (teater) khas masyarakat Minangkabau, Sumatra Barat yang dimainkan oleh beberapa orang (berkelompok atau beregu). Randai dapat diartikan sebagai “bersenang-senang sambil membentuk lingkaran” karena memang pemainnya berdiri dalam sebuah lingkaran besar bergaris tengah yang panjangnya lima sampai delapan meter. Cerita dalam randai, selalu mengangkat cerita rakyat Minangkabau, seperti cerita Cindua Mato, Malin Deman, Anggun Nan Tongga, dan cerita rakyat lainnya. Konon kabarnya, randai pertama kali dimainkan oleh masyarakat Pariangan, Padang Panjang, ketika mereka berhasil menangkaprusa yang keluar dari laut.
Kesenian randai sudah dipentaskan di beberapa tempat di Indonesia dan bahkan dunia. Bahkan randai dalam versi bahasa Inggris sudah pernah dipentaskan oleh sekelompok mahasiswa di University of Hawaii, Amerika Serikat.
Kesenian randai yang kaya dengan nilai etika dan estetika adat Minangkabau ini, merupakan hasil penggabungan dari beberapa macam seni, seperti: drama (teater), seni musik, tari dan pencak silat.


Read more: http://repostkaskus.blogspot.com/2012/01/10-seni-teater-tradisional-indonesia.html#ixzz2OiRRajmt

Seni Teater Kalimantan Selatan

5. Mamanda


Quote:
Mamanda adalah seni teater atau pementasan tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan. Dibanding dengan seni pementasan yang lain, Mamanda lebih mirip dengan Lenong dari segi hubungan yang terjalin antara pemain dengan penonton. Interaksi ini membuat penonton menjadi aktif menyampaikan komentar-komentar lucu yang disinyalir dapat membuat suasana jadi lebih hidup.
Bedanya, Kesenian lenong kini lebih mengikuti zaman ketimbang Mamanda yang monoton pada alur cerita kerajaan. Sebab pada kesenian Mamanda tokoh-tokoh yang dimainkan adalah tokoh baku seperti Raja, Perdana Menteri, Mangkubumi, Wazir, Panglima Perang, Harapan Pertama, Harapan kedua, Khadam (Badut/ajudan), Permaisuri dan Sandut (Putri).
Disinyalir istilah Mamanda digunakan karena di dalam lakonnya, para pemain seperti Wazir, Menteri, dan Mangkubumi dipanggil dengan sebutan pamanda atau mamanda oleh Sang Raja. Mamanda secara etimologis terdiri dari kata "mama" (mamarina) yang berarti paman dalam bahasa Banjar dan “nda” yang berarti terhormat. Jadi mamanda berarti paman yang terhormat. Yaitu “sapaan” kepada paman yang dihormati dalam sistem kekerabatan atau kekeluargaan.
Asal muasal Mamanda adalah kesenian Badamuluk yang dibawa rombongan Abdoel Moeloek dari Malaka tahun 1897. Dulunya di Kalimantan Selatan bernama Komedi Indra Bangsawan. Persinggungan kesenian lokal di Banjar dengan Komedi Indra Bangsawan melahirkan bentuk kesenian baru yang disebut sebagai Ba Abdoel Moeloek atau lebih tenar dengan Badamuluk. Kesenian ini hingga saat ini lebih dikenal dengan sebutan mamanda.
Bermula dari kedatangan rombongan bangsawan Malaka (1897 M) yang dipimpin oleh Encik Ibrahim dan isterinya Cik Hawa di Tanah Banjar, kesenian ini dipopulerkan dan disambut hangat oleh masyarakat Banjar. Setelah beradaptasi, teater ini melahirkan sebuah teater baru bernama "Mamanda".
Seni drama tradisional Mamanda ini sangat populer di kalangan masyarakat kalimantan pada umumnya


Read more: http://repostkaskus.blogspot.com/2012/01/10-seni-teater-tradisional-indonesia.html#ixzz2OiRHfFOl

Seni Teater Jawa Timur

Ludruk


Quote:
Ludruk merupakan salah satu kesenian Jawa Timuran yang cukup terkenal, yakni seni panggung yang umumnya seluruh pemainnya adalah laki-laki. Ludruk merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang di gelarkan disebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari (cerita wong cilik), cerita perjuangan dan lain sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik.
Dialog/monolog dalam ludruk bersifat menghibur dan membuat penontonnya tertawa, menggunakan bahasa khas Surabaya, meski kadang-kadang ada bintang tamu dari daerah lain seperti Jombang, Malang, Madura, Madiun dengan logat yang berbeda. Bahasa lugas yang digunakan pada ludruk, membuat dia mudah diserap oleh kalangan non intelek (tukang becak, peronda, sopir angkutan umum, dll).


Read more: http://repostkaskus.blogspot.com/2012/01/10-seni-teater-tradisional-indonesia.html#ixzz2OiR5xKte

Seni Teater DKI Jakarta

Lenong


Quote:
"Lenong" adalah seni pertunjukan teater tradisional masyarakat Betawi, Jakarta. Lenong berasal dari nama salah seorang Saudagar China yang bernama Lien Ong. Konon, dahulu Lien Ong lah yang sering memanggil dan menggelar pertunjukan teater yang kini disebut Lenong untuk menghibur masyarakat dan khususnya dirinya beserta keluarganya. Pada zaman dahulu (zaman penjajahan), lenong biasa dimainkan oleh masyarakat sebagai bentuk apresiasi penentangan terhadap tirani penjajah.
Kesenian teatrikal tersebut mungkin merupakan adaptasi oleh masyarakat Betawi atas kesenian serupa seperti "komedi bangsawan" dan "teater stambul" yang sudah ada saat itu. Selain itu, Firman Muntaco, seniman Betawi, menyebutkan bahwa lenong berkembang dari proses teaterisasi musik gambang kromong dan sebagai tontonan sudah dikenal sejak tahun 1920-an.
Pada mulanya kesenian ini dipertunjukkan dengan mengamen dari kampung ke kampung. Pertunjukan diadakan di udara terbuka tanpa panggung. Ketika pertunjukan berlangsung, salah seorang aktor atau aktris mengitari penonton sambil meminta sumbangan secara sukarela
Terdapat dua jenis lenong yaitu lenong denes dan lenong preman. Dalam lenong denes (dari kata denes dalam dialek Betawi yang berarti “dinas” atau “resmi”), aktor dan aktrisnya umumnya mengenakan busana formal dan kisahnya ber-seting kerajaan atau lingkungan kaum bangsawan, sedangkan dalam lenong preman busana yang dikenakan tidak ditentukan oleh sutradara dan umumnya berkisah tentang kehidupan sehari-hari. Selain itu, kedua jenis lenong ini juga dibedakan dari bahasa yang digunakan; lenong denes umumnya menggunakan bahasa yang halus (bahasa Melayu tinggi), sedangkan lenong preman menggunakan bahasa percakapan sehari-hari.


Read more: http://repostkaskus.blogspot.com/2012/01/10-seni-teater-tradisional-indonesia.html#ixzz2OiQoRLc5

Seni Teater Jawa Tengah


Ketoprak Jawa

KETOPRAK
Ketoprak merupakan kesenian tradisional masyarakat Jawa. Bisa kita temukan diberbagai daerah di Jawa timur dan Jawa Tengah. Namun, dalam perkembangannya, secara perlahan kesenian ini mulai ditinggalkan masyarakat karena dianggap tak menarik lagi.


Sebenarnya Ketoprak menjadi icon penting seni pertunjukan karena ia menyuguhkan lakon cerita tentang kehidupan dan sejarah kemanusiaan. 

Ketoprak juga menjadi media transfer filosofi dan kearifan Jawa. Ketoprak menjadi media hiburan bagi warga di tengah keringnya kehidupan manusia akibat budaya kapitalis dan materialis.

Ketoprak juga sebagai media hiburan alternatif yang tetap menguatkan nilai-nilai sejarah dalam setiap fragmen, kearifan lokal dan sindiran kebudayaan yang kental. 

Selain menjadi media hiburan, pertunjukan ketoprak juga menjadi media alternatif transfer cerita sejarah kepada masyarakat. Umumnya, lakon-lakon yang dipentaskan kesenian ketoprak seputar babad, legenda maupun sejarah yang terjadi di berbagai daerah. Cerita-cerita inilah yang kemudian menjadi kokoh dalam kehidupan warga. 

Cerita tentang kehidupan kerajaan Majapahit, kerajaan Airlangga, kerajaan Demak, kerajaan Ngayogjokarto, tentang kepahlawanan Gajah Mada, Adipati Unus, perjuangan Walisanga, maupun kisah unik jejak kehidupan tokoh Saridin (Syeh Jangkung) dan cerita lain yang familiar dalam kehidupan warga. 

Dengan demikian, kesenian ketoprak menjadi media penting yang senantiasa menjadi sejarah manusia agar tetap abadi. Pada titik inilah, perjuangan penggiat seni ketoprak patut diapresiasi. Di tengah krisis kebudayaan bangsa ini, perjuangan penggiat kesenian lokal menjadi “ijtihad” penting, agar kesenian dan kekayaan budaya negeri ini menjadi identitas kemanusiaan bangsa.


Dalam upaya menjaga eksistensi kesenian ketoprak, beberapa seniman ketoprak membentuk komunitas Ketoprak Garapan, dengan kemasan yang berbeda dengan ketoprak yang sudah ada. Salah satunya adalah pementasan Ketoprak Ringkes yang sekarang ini sangat populer dan digemari masyarakat Yogyakarta.

Ketoprak Ringkes merupakan upaya memberi warna dalam kesenian ketoprak yang sudah ada. Lakon cerita diambil dengan mengadaptasi situasi politk sosial yang sedang menjadi perbincangan masyarakat sementara gaya pementasan dibawakan secara santai, penuh dengan improvisasi. Kemasan pementasan ini membuat kesenian ini menjadi sangat segar, lucu dan menarik.Tentu saja dengan sangat interaktif. Sedangkan celotehan penonton dianggap sebagai apresiasi yang dapat direspon pemain diatas panggung.

Antusias dan apresiasi terhadap kesenian ketoprak masih tinggi tetapi sponsor memang belum melirik kesenian tradisional ini. Karena sudah banyak tergerus oleh budaya elektronik yang serba mudah dan instan.

Di Jogjakarta, beberapa komunitas ketoprak masih dapat bertahan semata-mata karena mereka selama ini melakukan manuver dan kerja keras serta melakukan segala usaha untuk menjaga kesenian ini tetap dapat hidup di tengah-tengah masyarakat. “Ketoprak ini sekarang kan sudah berada pada tahap mengkhawatirkan. Kita bukan pada tempatnya lagi untuk diskusi tentang bagaimana baiknya, tetapi melakukan apa yang kita bisa. Kalau kita memang cinta terhadap ketoprak, ya mari berbuat. Jangan cuma jadi tukang kritik.“ ujar Susilo, seorang aktor teater.

Senada dengan Susilo, seniman Ketoprak Nano Asmorondono juga menyatakan bahwa dilihat dari asalnya, kesenian ketoprak lahir dari masyarakat bawah. Seiring dengan perkembangan jaman, maka kesenian ini juga berubah sesuai dengan kondisi sosial masyarakat. Oleh karena itu, pihaknya menyatakan bahwa keberlangsungan kesenian ini tergantung bagaimana ia mampu beradaptasi dengan jamannya. “Saya pikir lahirnya banyak komunitas ketoprak dengan ciri masing-masing akan membuat kesneian ini akan semakin dinamis,“ ujar Nano.

 Nano tidak setuju jika lahirnya banyak komunitas Ketoprak Garapan seperti Komunitas Tjontong dianggap melanggar pakem kesenian ketoprak. Sebab, dalam pandangannya pakem ketoprak itu terletak pada roh kesenian itu sendiri. “Pakem ketoprak itu menurut saya terletak pada roh kesenian itu. Kalau ternyata ada komunitas yang satu dengan yang lain berbeda, itu menurut saya hanya merupakan kemasan atau gaya pementasan. Yang paling penting apapun gaya yang dimainkan, kesenian ini dapat diterima dan dinikmati masyarakat. Jika itu sudah terpenuhi, saya rasa sudah cukup“ .


Akan tetapi, perjuangan pekerja seni ketoprak dalam ngugemi (menjaga) nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) dan rekaman sejarah tak sebanding dengan apresiasi yang diterima. Penggiat ketoprak senantiasa asing dari gelegar penghargaan kesenian dan kebudayaan negeri ini.

Padahal, besarnya insentif (upah) penggiat ketoprak ditentukan banyaknya pagelaran yang dijalani. Tanpa adanya panggilan pertunjukan, penghasilan penggiat ketoprak akan berhenti total. Inilah tragedi kehidupan pekerja kesenian negeri, di tengah agenda nasional dalam mengapresiasi khazanah kebudayaan bangsa.

Kesenian Ketoprak tumbuh di berbagai daerah di pulau Jawa. Umumnya, grup kesenian ketoprak dapat ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Solo, Jogkakarta, Semarang , Pati, Kediri dan Tulungagung menjadi lumbung grup kesenian ketoprak.

Grup ketoprak di berbagai daerah ini selain pentas di tobong (arena pertunjukan) juga bermain menurut panggilan dari warga. Biasanya, panggilan pentas ketoprak diadadakan dalam rangka sedekah bumi, slametan (upacara rasa syukur atas berkah Tuhan), khitanan ataupun agenda haul tokoh desa (memberi penghormatan pada tokoh desa) dan momentum lain. Agenda-agenda inilah yang menjadikan grup ketoprak dapat “bernafas lega”.

Seni Teater Jawa Barat


Seni Teater Jawa Barat "Longser"


Seni Teater Longser Jawa Barat
Longser adalah salah satu jenis teater rakyat tatar Sunda yang hidup di daerah Priangan Jawa Barat.

Sebagai teater rakyat, Longser dipentaskan di tengah-tengah penonton. Bahkan, pada awal perkembangannya, Longser hampir tidak pernah dipentaskan di sebuah panggung yang ditata sedemikan rupa. Di mana terdapat penonton, di sana Longser digelar; apakah tempat ini alun-alun, terminal, stasiun, atau bahkan di pinggir jalan.

Menelusuri sejarah Longser, tidak akan terlepas dari nama Bang Tilil (nama aslinya Akil), yang dikenal sebagai tokoh Longser. Dalam kurun waktu 1920-1960, Longser Bang Tilil mencapai puncak kejayaannya.Selain Longser Bang Tilil, salah satu kelompok Longser yang cukup terkenal adalah Longser Pancawarna yang dipimpin oleh Ateng Japar (pernah berguru kepada Bang Tilil). Pancawarna didirikan tahun 1939, dan masih eksis sampai sekarang walaupun produktifitasnya menurun.

Sebuah pergelaran Longser biasanya dilengkapi oleh nayaga (penabuh musik), pemain, bodor (pelawak), dan ronggeng (penari merangkap penyanyi) yang berfungsi daya tarik tersendiri bagi penonton. 



Struktur Longser biasanya terdiri dari
  • Tatalu dengan lagu Gonjing sebagai bewara bahwa pertunjukan Longser dimulai.
  • Kidung sebagai bubuka yang dianggap memiliki kekuatan magis untuk upaya pertunjukan lancar juga disisi lain kidung dipakai lagu persembahan pada
  • arwah nenek moyang kidung biasanya dinyanyikan oleh ronggeng yang perkembangannya dinyanyikan oleh Sinden.
  • Munculnya penari-penari yang diawali dgn wawayangan ( tarian perkenalan para ronggeng dengan memperkenalkan para penari dgn julukan seperti si Oray, Si Asoy,si Geboy. Goyang pinggul diistilahkan dengan eplok cendol, tari yg dibawakan adalah ketuk tilu / Cikeruhan)
  • Penampilan bobodoran dengan musik dan tarian biasanya bodor menirukan tarian ronggeng / kata-kata sehingga penonton tertawa
  • Puncak pertunjukan Longser memainkan sebuah lakon yang diambil dari kehidupan seharian seperti perkawinan, pertengkaran, perceraian.
Musik longser terdiri dari Kendang, Bonang, rebab, Rincik, Gambang, Saron I dan saron II, Kecrek, Jengklong, Goong, dan Ketuk yang kesemuanya berlaras Salendro.

Busana yang dipakai sederhana tapi mencolok dari segi warnanya terutama busana yang dipakai oleh ronggeng biasanya memakai kebaya dan samping batik, untuk lelaki memakai baju kampret dengan celana sontog dan ikat kepala . Dalam perkembangannya Longser dikemas menjadi bentuk Longser moderen dengan memakai naskah dan tidak menggunakan setting oncor / memakai pengiring karawitan tetapi lebih kepada perkembangan konsepnya yang diambil dengan garapan baru.

Seni Teater


SENI TEATER

By nyoman aries 32 - Posted on 14 November 2009
Sejarah panjang seni teater dipercayai keberadaannya sejak manusia
mulai melakukan interaksi satu sama lain. Interaksi itu juga
berlangsung bersamaan dengan tafsiran-tafsiran terhadap alam
semesta. Dengan demikian, pemaknaan-pemaknaan teater tidak jauh
berada dalam hubungan interaksi dan tafsiran-tafsiran antara manusia
dan alam semesta. Selain itu, sejarah seni teater pun diyakini berasal
dari usaha-usaha perburuan manusia primitif dalam mempertahankan
kehidupan mereka. Pada perburuan ini, mereka menirukan perilaku
binatang buruannya. Setelah selesai melakukan perburuan, mereka
mengadakan ritual atau upacara-upacara sebagai bentuk “rasa syukur”
mereka, dan “penghormatan” terhadap Sang Pencipta semesta. Ada
juga yang menyebutkan sejarah teater dimulai dari Mesir pada 4000
SM dengan upacara pemujaan dewa Dionisus. Tata cara upacara ini
kemudian dibakukan serta difestivalkan pada suatu tempat untuk
dipertunjukkan serta dihadiri oleh manusia yang lain.
The Theatre berasal dari kata Yunani Kuno, Theatron yang
berarti seeing place atau tempat menyaksikan atau tempat dimana
aktor mementaskan lakon dan orang-orang menontonnya. Sedangkan
istilah teater atau dalam bahasa Inggrisnya theatre mengacu kepada
aktivitas melakukan kegiatan dalam seni pertunjukan, kelompok yang
melakukan kegiatan itu dan seni pertunjukan itu sendiri. Namun
demikian, teater selalu dikaitkan dengan kata drama yang berasal dari
kata Yunani Kuno, Draomai yang berarti bertindak atau berbuat dan
Drame yang berasal dari kata Perancis yang diambil oleh Diderot dan
Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang
kehidupan kelas menengah atau dalam istilah yang lebih ketat berarti
lakon serius yang menggarap satu masalah yang punya arti penting
tapi tidak bertujuan mengagungkan tragika. Kata drama juga dianggap
telah ada sejak era Mesir Kuno (4000-1580 SM), sebelum era Yunani
Kuno (800-277 SM). Hubungan kata teater dan drama bersandingan
sedemikian erat seiring dengan perlakuan terhadap teater yang
mempergunakan drama ’lebih identik sebagai teks atau naskah atau
lakon atau karya sastra.
Terlepas dari sejarah dan asal kata yang melatarbelakanginya,
seni teater merupakan suatu karya seni yang rumit dan kompleks,
sehingga sering disebut dengan collective art atau synthetic art artinya
teater merupakan sintesa dari berbagai disiplin seni yang melibatkan
berbagai macam keahlian dan keterampilan. Seni teater
menggabungkan unsur-unsur audio, visual, dan kinestetik (gerak) yang
meliputi bunyi, suara, musik, gerak serta seni rupa. Seni teater
merupakan suatu kesatuan seni yang diciptakan oleh penulis lakon,
sutradara, pemain (pemeran), penata artistik, pekerja teknik, dan
diproduksi oleh sekelompok orang produksi. Sebagai seni kolektif, seni
teater dilakukan bersama-sama yang mengharuskan semuanya
sejalan dan seirama serta perlu harmonisasi dari keseluruhan tim.
Pertunjukan ini merupakan proses seseorang atau sekelompok
manusia dalam rangka mencapai tujuan artistik secara bersama.
Dalam proses produksi artistik ini, ada sekelompok orang yang
mengkoordinasikan kegiatan (tim produksi). Kelompok ini yang
menggerakkan dan menyediakan fasilitas, teknik penggarapan, latihanlatihan,
dan alat-alat guna pencapaian ekspresi bersama. Hasil dari
proses ini dapat dinikmati oleh penyelenggara dan penonton. Bagi
xv
penyelenggara, hasil dari proses tersebut merupakan suatu kepuasan
tersendiri, sebagai ekspresi estetis, pengembangan profesi dan
penyaluran kreativitas, sedangkan bagi penonton, diharapkan dapat
diperoleh pengalaman batin atau perasaan atau juga bisa sebagai
media pembelajaran.
Melihat permasalahan di dalam teater yang begitu kompleks,
maka penulis mencoba membuat sebuah paparan pengetahuan teater
dari berbagai unsur. Paparan ini dimulai dari Bab I Pengetahuan
Teater yang berisi tentang definisi teater baik secara keseluruhan
maupun secara detail, sejarah singkat perkembangan teater baik
sejarah singkat teater Eropa maupun sejarah singkat teater Indonesia,
dan unsur-unsur pembentuk teater. Bab ini sangat penting karena
untuk mendasari pemikiran dan pengetahuan tentang seni teater.
Bab II Lakon yang berisi tentang tipe-tipe lakon, tema, plot,
struktur dramatik lakon, setting, dan penokohan. Dalam bab ini
pembahasan lebih banyak pada analisis elemen lakon sebagai
persiapan produksi seni teater. Sesederhana apa pun sebuah naskah
lakon, diperlukan sebagai pedoman pengembangan laku di atas
pentas. Pemilihan lakon yang akan disajikan dalam pementasan
merupakan tugas yang sangat penting. Tidak sembarang lakon akan
sesuai dan baik jika dipentaskan. Sulitnya tugas ini disebabkan oleh
karena setiap kelompok teater memiliki ciri khas masing-masing.
Sebuah lakon yang dipentaskan dengan baik oleh satu kelompok
teater, belum tentu akan menjadi baik pula jika dipentaskan oleh
kelompok lainnya.
Bab III Penyutradaraan yang berisi tentang penentuan lakon
yang akan dipentaskan, analisis lakon secara menyeluruh hingga
sampai tahap konsep pementasan, menentukan bentuk pementasan,
memilih pemain, membuat rancangan blocking, serta latihan-latihan
hingga gladi bersih. Kerja penyutradaan dalam sebuah pementasan
merupakan kerja perancangan. Seorang sutradara harus bisa memberi
motivasi dan semangat kebersamaan dalam kelompok untuk
menyatukan visi dan misi pementasan antar mereka yang terlibat.
Kerja penyutradaraan merupakan kegiatan perancangan panggung
dapat berupa penciptaan estetika panggung maupun ekspresi
eksperimental.
Bab IV Pemeranan yang berisi tentang persiapan seorang
pemeran dalam sebuah pementasan seni teater. Persiapan tersebut
meliputi persiapan olah tubuh, olah suara, penghayatan karakter serta
teknik-teknik pemeranan. Persiapan seorang pemeran dianggap
penting karena pemeran adalah seorang seniman yang
mengekspresikan dirinya sesuai dengan tuntutan baru dan harus
memiliki kemampuan untuk menjadi ’orang baru’. Pemeran
didefinisikan pula sebagai tulang punggung pementasan, karena
dengan pemeran yang baik, tepat, dan berpengalaman akan
menghasilkan pementasan yang bermutu. Pementasan bermutu
adalah pementasan yang secara ideal mampu menterjemahkan isi
naskah. Walaupun di lain pihak masih ada sutradara yang akan melatih
dan mengarahkan pemeran sebelum pentas, tetapi setelah di atas
panggung tanggungjawab itu sepenuhnya milik pemeran.
Bab V Tata Artistik yang berisi tentang teori dan praktek tata
artistik yang meliputi; tata rias, tata busana, tata cahaya, tata
panggung, dan tata suara. Sebagai komponen pendukung pokok,
xvi
keberadaan tata artistik dalam pementasan teater sangatlah vital.
Tanpa pengetahuan dasar artistik seorang sutradara atau pemain
teater tidak akan mampu menampilkan kemampuannya dengan baik.
Persesuaian dengan tata artistik yang menghasilkan wujud nyata
keindahan tampilan di atas pentas adalah pilihan wajib bagi para
pelaku seni teater.
Bahasan yang penulis pilih dalam setiap bab merupakan
pengetahuan dan praktek mendasar proses penciptaan seni teater.
Artinya, sebuah pertunjukan teater yang berlangsung di atas panggung
membutuhkan proses garap yang lama mulai dari (penentuan) lakon,
penyutradaraan, pemeranan, dan proses penataan artistik. Dalam
setiap tahapan proses ini melibatkan banyak orang (pendukung) dari
berbagai bidang sehingga dengan memahami tugas dan tanggung
jawab masing-masing maka kerja penciptaan teater akan padu.
Kualitas kerja setiap bidang akan menjadi harmonis jika masingmasing
dapat bekerja secara bersama dan bekerja bersama akan
berhasil dengan baik jika semua elemen memahami tugas dan
tanggung jawabnya. Itulah inti dari proes penciptaan seni teater, “kerja
sama”.